La Navette de Noël yang dia tunggangi dari Colmar akhirnya menepi di
pemberhentian terakhir. Stop bernama Eguisheim.
Tidak disangka perjalanan
singkat, bisa dikatakan kurang dari lima menit, meninggalkan kesan tersendiri
baginya. Bagaimana tidak? Pertama, harapan mega akan adanya kereta kencana
pupus seketika karena kereta kencana yang sedianya muncul malahan digantikan bus
bolak-balik bahkan tanpa ornamen natal, barang sedikit saja. Publikasi pemberi
harapan palsu, ucapnya. Selanjutnya, panorama unik dan berkesan sepanjang
perjalanan. Hamparan kebun anggur meranggas di musim salju, yang mungkin
dianggap tidak berharga bagi orang lain, namun menjadi pemuas mata untuk dia.
Bagaimana tidak? Bayangan kebun anggur yang kerap dilihat sepanjang bermain
Harvest Moon akhirnya bisa dilihat dengan nyata. Padang luas, rangka tiang
penyangga, dan serpihan dahan anggur kering yang tersisa.
Eguisheim. Eguisheim.
Eguisheim. Hati mulai dudu dadam. Isi perut bergemericik. Bukan karna lapar,
namun terlalu riang.
Sedari persiapan perjalanan,
bayangan indah tentang desa ini senantiasa hilir mudik di benak dia. Konon
katanya desa ini kecil dan rupawan. Jika hal cantik itu kecil, bukankah kamu
akan lebih menghargainya dibandingkan jika dia besar kan? Ah, dan kala Noël menyelimuti Eguisheim, sihir khusus akan tertuju kepada semua
pengunjung, untuk semakin jatuh hati kepadanya.
Dinginnya siang yang menembus
jaket tebal tidak lantas mengurung niat dia untuk turun dari bus. Dengan
yakinnya dia berjalan dari halte menuju gapura selamat datang. Beruntung
langsung ada papan berisi peta desa. Jadi dia tidak perlu ragu atau bimbang
untuk mulai langkah pertama kemana. Saat itu hanya ada dua jalur pejalan kaki
utama, yakni lingkar luar dan koridor tengah. Maka dengan mantap dia memilih
untuk menjalani yang awal lebih dulu.
Langkah kakinya menapaki jalan
kecil beralaskan tumpukan batu yang tidak sama besar. Rentetan rumah cantik di
kiri dan kanan, himpit-berhimpit satu sama lain. Ada yang dindingnya terbuat
dari kayu, ada pula yang dari batu. Ornamen warna-warni pastel nan lembut, biru
muda, hijau muda, merah muda, atau krem. Satu sama lain berbeda. Ah, dan
pahatan hati kecil berpasangan di daun jendela kayu. Aah…
Belum, itu baru menjelaskan
separuh dari kecantikan lingkar luar Eguisheim. Nuansa Noël tak
ayal membumbungkan paras indah Eguisheim. Palungan Yesus, boneka beruang,
hiasan kayu natal, mistle-toe, pita dan dedaunan, dan entah benda-benda manis
lainnya yang tak terbayangkan sebelumnya. Semua ditata apik di pintu, jendela,
balkon, atau pekarangan rumah. Semua keluarga mendadani rumahnya secantik
mungkin, bak mengikuti lomba hias rumah tingkat desa.
Seperti apa rasanya dia saat
itu? Sungguh, tampaknya tidak ada kata yang pantas menjelaskannya. Yang pasti,
20 menit yang dia lalui untuk berjalan dari satu titik dan kembali ke titik
yang sama itu sungguh mempesona. Hati senang dan sangat berbunga laksana di
negeri dongeng!
foto ini diambil teman perjalanan dia ;)
Lain tempat lain cerita.
Sangat terpuaskan dengan jalan lingkar luar desa, saatnya dia melangkah menuju
koridor jalan utama Eguisheim. Seperti jalan-jalan besar di kota pada umumnya,
pemandangan himpitan rumah kecil sebelumnya seketika berubah rupa menjadi rumah
dengan dua tingkat dengan peruntukan pertokoan untuk lantai dasar. Bersyukur
karna ini momen natal, toko-toko itu turut meramaikan suasana dengan menghias
eksterior dengan ornamen natal yang sungguh cantik. Suasana natal itu lebih
terasa saat dia berjalan memasuki toko, senandung Noël
yang berirama saling sahut-menyahut, pernak-pernik souvenir natal bertebaran
dimana-mana, dan sesekali aroma cake yang baru diangkat dari oven menyeruak
kemana-mana.
Tak banyak buang waktu, dia
kembali berjalan menuju jalan utama dan melangkah menuju Christmas market. Satu
kata yang bisa merepresentasikan pasar itu. Imut! Saat Christmas market di kota
tetangga, Colmar, bertebaran dengan riuhnya di seluruh penjuru kota, Christmas
market di Eguisheim sangat kecil dan cantik! Chibi!
Gapura berhiaskan lilitan
dedaunan, serpihan ranting kayu dan beberapa berry dan bunga kecil menyambut
dia untuk memasuki kawasan pasar natal itu. Beberapa chalet tertata rapi dengan
bentuk semi elips. Penjual dengan senyum menghias wajah mereka berjualanan
pernak-pernik natal, hiasan buatan tangan, fruit cake, dan vin chaud (gluhwein versi Perancis) atau coklat
hangat dengan asap yang menyembul-nyembul. Terlalu indah untuk dinikmati
sendirian, keriaan itu dinikmati gerombolan keluarga dengan anak kecil,
pasangan muda, maupun pelancong lainnya pula.
As wise man said, save the
best for the last. Ditemani kerlap kerlip lampu kota yang menemani sinaran
bintang dan dinginnya angin malam, dia turut menikmati opera natal di balai
kota. Anak-anak sekolah setempat menjadi pemeran utama, pun ditemani orang
tuanya. Kisahnya tentang kehidupan pohon cemara yang ditebang di musim dingin
tuk dijadikan pohon natal di kediaman suatu keluarga. Kala itu bahasa tidak
menjadi kendala dia untuk menikmati pentas. Ekspresi lugu, kostum lucu, dan
suara lembut anak-anak itu sudah sangat
menghibur dia dan ratusan penonton di sekitarnya. Puas !
Jam menunjukkan pukul 7. La
Navette de Noël terakhir sudah menunggu untuk mengantar
dia kembali ke rumah. Sekalipun perjalanan ini harus berakhir, cerita ini akan
terus melekat di hati dan pikirannya. Sungguh, dia sangat siap untuk
menceritakan kecantikan Eguisheim ke teman-teman lainnya. Supaya kelak di
natal-natal selanjutnya, teman dia, teman dari temannya dia bisa berkunjung dan
turut membuktikan kecantikan si mini Eguisheim pula.