Pages

"I believe in pink. I believe that laughing is the best calorie burner. I believe in kissing, kissing a lot. I believe in being strong when everything seems to be going wrong. I believe that happy girls are the prettiest girls. I believe that tomorrow is another day and I believe in miracles."
Audrey Hepburn

Sunday, 17 June 2012

Wedding Phenomenon, these days


Bukan, ini bukan post galau, pundung, linglung, have nowhere to go. Ini juga bukan menyindir Fenomena (yes, I use word Phenomenon) yang sekarang ini sedang mushrooming di sekitar saya, dan mungkin perempuan usia 23 yang lainnya.

Well, awal bulan Juni ini, saya sudah mempersiapkan kehadiran (tepatnya dress dan sepatu) ke kondangan nikahan dua teman saya di awal Juli. Both of them, 24-25 years old, oke lah yah, sudah pacaran 3 tahun lebih, dua-duanya sudah bekerja, yah make sense lah. Suddenly gempuran wedding thingy muncul kembali kemarin saat saya ditelfon teman saya terkait undangan acara lamaran. Same age as mine then ! Dan kemudian semakin aneh saat tadi pagi saya mendapat wedding invitation untuk akhir minggu ini.

I don’t give any shit with ppl same age, or commonly just approximately age as I am, that dare enough getting married in this too productive age.

Saya ga galau pengen cepet2 nikah ngikutin tren yang beredar saat ini. Sejak awal saya sudah berprinsip *cailaaah, getting married on the right time, right place, with right people *yaiyalaaaah.  Then, how can I define the word “right”? Well, bisa-bisa berfluktuasi tergantung kondisi saya sendiri, yah maunya mapan secara finansial dan sudah merasa siap menjadi partner seumur hidup bagi dan untuk si pasangan tersebut. Namanya saja keinginan yah, kondisi pra pernikahan menjadi hal utama menurut saya. Where will I live, What will I eat, What will I wear, dan yang pasti saya ingin at least berada dalam kondisi financial yang sama dengan saat saya belum menikah. Ini bukan matre, ini realistis. When I have some doubts, 1% only, saya tidak akan mengambil resiko untuk menggantungkan hidup saya kepada orang tersebut. No way. Pernikahan hanya sekali seumur hidup, salah satu momen paling berharga, dan jelas saya tidak mau menyesali pernikahan. *lohjadicurhat

Lalu, dengan banyaknya kerabat di sekitar saya yang mulai menikah, yang kembali saya ingat adalah, this is the part of life, the era of life. After finishing study, then working, getting married, having baby, and so on and so on. Saya jelas tidak dapat menyangkal hal tersbut, karena itu adalah cycle of life yang sudah membudaya dari jaman batu, hehe.. Perihal kapan seseorang berpindah dari satu fase ke fase selanjutnya merupakan kesiapan serta kesanggupan masing-masing individu. 

Saya ga pernah menyalahkan kenapa sih orang-orang tersebut menikah muda, mengapa mereka seperti memajukan fase kehidupan mereka pada usia yang menurut saya belum saatnya. Toh, saya juga meyakini paham setiap orang memiliki private life masing-masing yang ga pantas dicampuri oleh orang lain.

In this part, I give much support and I truly appreciated their keberanian mereka untuk memasuki fase kehidupan selanjutnya, di usia yang masih muda. I wish them happily ever after.
Tidak ada yang tahu apa rencana Tuhan, dan memang mungkin rencanaNya seperti itu kepada si teman saya itu.

Dalam post ini, saya memblok pemikiran saya terkait alas an utama menikah muda karena desakan orang tua atau keluarga, Married Because Accident, dan menghalalkan hal yang haram jika belum menikah (you know lah). 

Monday, 11 June 2012

I want badly

I want
London (much more), Santorini, Tokyo and Kyoto, New York, and more money (of course)

Wednesday, 6 June 2012

Pilihlah Aku Jadi Kepala Daerahmu

Gemes-segemesnya melihat billboard, spanduk besar, flyer, apapun itu media promosi yang digunakan para nominasi "Kepala Daerah of The Era".
Saya bukan mengomentari potongan wajahnya yang terlalu diclose-up, senyuman palsunya, bahkan merek kacamatanya. Bukan, bukan itu.
Potongan wajahnya ganteng-ganteng dan cantik-cantik, layout media promosinya sudah oke, dan program yang diusung juga luar biasa (bohong kemungkinan realisasinya).

Sepintas tidak ada yang salah dengan program "Pendidikan Gratis, Kesehatan Gratis, Pembangunan Infrastruktur". Namun, telusuri terlebih dulu siapa sih yang berwenang merencanakan dan mengimplementasi program tersebut dengan anggarannya?

Pembagian kewenangan tugas di Indonesia terbagi melalui kegiatan Pemerintah Pusat melalui Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah melalui Dinas/ Badan-badan. Masing-masing subjek tersebut memiliki Anggaran masing-masing untuk dikelola (dibelanjakan) sebaik-baiknya sesuai dengan pembagian tugas dan kewenangan.

Kepala Daerah disini bertanggung jawab penuh dalam menghasilkan serta mengelola Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Sedangkan Presiden sebagai Kepala Negara bertanggung jawab terhadap APBN-nya. Ibaratnya seorang Bapak (Presiden) mempunyai uang untuk melakukan pekerjaan si Bapak (APBN), sedangkan anak (Kepala Daerah) mempunyai uang dari pekerjaan si anak (APBD).

Disini yang menjadi pertanyaan, apakah sang anak berhak memamerkan pekerjaan ayahnya agar dia dipilih menjadi Kepala Daerah? Jelas tidak. Sudah jelas yang menjadi parameter perencanaan pekerjaan yang baik bukan berdasarkan capaian pekerjaan sang ayah, namun sang anak itu sendiri.

Bagaimana nantinya sang anak mengelola tanggung jawabnya  sendiri (APBD), malah mengapa tidak dipublish dan diberitahu kepada semua orang? Bukannya suuzon, malahan itu jelas menjadi pertanyaan besar, bagaimana inovasi serta kinerja utama yang dilakukan melalui tanggung jawabnya.
Malahan apa yang dilakukan oleh anak tersebut nantinya dengan tanggung jawabnya sendiri tersebut?

So, para nominator Kepala Daerah, sudah cukup kalian mengagungkan pekerjaan ayahmu itu, tunjukkan kepada kami apa yang dapat anda lakukan kedepannya! Jangan bodohi orang-orang di luar sana yang tidak bisa membedakan mana yang merupakan tanggung jawab ayahmu dan mana tanggung jawab dirimu!