Pages

"I believe in pink. I believe that laughing is the best calorie burner. I believe in kissing, kissing a lot. I believe in being strong when everything seems to be going wrong. I believe that happy girls are the prettiest girls. I believe that tomorrow is another day and I believe in miracles."
Audrey Hepburn

Sunday, 29 July 2012

When money (still) is the main interest of them


Saya termasuk orang yang suka memberi, baik barang milik sendiri maupun barang milik orang lain yang sudah tidak terpakai. Memberikan barang yang tidak dibutuhkan kepada orang membutuhkan menjadi tindakan umum yang sering saya lakukan. Tidak ada kerugian bagi saya, yang muncul malahan memberikan kebahagiaan kepada orang lain. Saya suka perasaan tersebut.

Bekerja di instansi pemerintah, menyelenggarakan satu rapat/workshop/seminar (you name it), seringkali terdapat sisa makanan yang bila tidak diambil oleh panitia acara (sudah dibayar pastinya), akan diambil oleh pihak hotel. Tidak tahu kemana akan diberikan bahkan dibuang begitu saja. Nah, disinilah saya biasanya mengambil snack tersebut untuk selanjutnya saya berikan kepada orang lain yang kesusahan. Sounds good hah?

Berkali-kali saya lakukan tindakan tersebut. Pengemis di jembatan busway, anak kecil yang menunggu di terminal, ibu-ibu pengemis di tangga masjid. Saya selalu senang bisa memberi, sekalipun benda tersebut bukan milik saya sendiri. Jawaban iya, saat saya tanyakan apa mau makanan. Senyuman dan kata-kata terimakasih atau alhamdullilah. Rona bahagia. Semua yang muncul membuat saya terenyuh sekaligus bahagia. Hal kecil yang mungkin sudah biasa bagi saya, menjadi sesuatu yang spesial bagi mereka. Tidak salah, saya ketagihan untuk melakukan lagi dan lagi dan lagi.

Sampai suatu hari, niat baik saya, ditolak. Sudah dua kali niat baik saya ditolak. Kali pertama oleh pengamen di Patas AC. Seusai dia bernyanyi (agak asal), saya berniat untuk memberikan satu kotak snack rapat. Kemudian, seraya saya memberikan kotak tersebut, gerakan tubuhnya langsung menolak pemberian saya. Oke, saya berpikir positif, mungkin dia sedang kenyang. Namun, saat saya perhatikan ada yang memberikan rokok, dia menerima begitu saja. Geeze.
Kali kedua saya ditolak, di kesempatan yang lain, kali ini oleh anak-anak penjual kacang oven, permen, apapun itu yang berharga Rp 2.000.  Sesaat dia berdiri di samping saya, dia menolaknya begitu saja sambil melengos. Kecewa jelas.

Salah satu kebutuhan primer manusia adalah pangan. Yang saya berikan adalah makanan. Kebutuhan primer manusia. Saat orang memiliki uang, pastinya uang tersebut akan dibelanjakan untuk membeli makanan juga. Penolakan-penolakan yang terjadi saat mereka benar-benar menolak makanan dan hanya menerima uang saja sesungguhnya agak menyedihkan.  Uang yang berfungsi sebagai alat penukar untuk selanjutnya membeli barang konsumsi, telah bergeser fungsi. Uang yang telah menjadi kebutuhan primer. Mungkin ini alasan mengapa istilah yang muncul adalah “mata duitan”. Begitu pula Jessie J sibuk dengan lagunya “it’s not about the money money money

Dipikir-pikir, yang menolak saya memang dari kalangan “pencari uang dengan bekerja”. Yah benar-benar mencari uang bukan makanan, minuman, baju, apalagi belas kasihan. Noted here, selanjutnya yang akan saya berikan makanan, apapun itu, the beggar one only.

Thursday, 19 July 2012

Siap Meninggalkan Zona Nyaman ?


Mengenai Zona Nyaman

Terpujilah wahai engkau Rene Suhardono, Career Coach yang sejak tahun 2011 kemarin sukses memberi wabah "working with passion" ke banyak pekerja Indonesia. Cukup sekali saya mengikuti sesi beliau sebagai pembicara, tedX 2011, doktrinnya sukses mengguncang pemikiran saya mengenai arti hidup, nilai dari bekerja, penghargaan terhadap diri sendiri, dan lain sebagainya.

Begitu banyak turunan pemikiran pasca "working with passion" melanda kelas pekerja. Saya tidak sebutkan satu per satu (untuk selengkapnya dapat membaca buku Rene CC). Yang ingin saya ceritakan di sini adalah tentang zona nyaman.

Sebelum saya membahas tentang zona nyaman versi saya, sesungguhnya apa pemahaman orang-orang di luar sana tentang zona nyaman? Comfort zone adalah wilayah pertumbuhan di mana kita sudah terbiasa melakukan aktivitas di dalamnya. Kebiasaan tersebut berkelanjutan menjadi perasaan tidak ingin bersusah payah mencari hal baru sebagai area self-improvement. Di sinilah masalah mulai muncul. Saat seseorang tidak (mau) berkembang baik secara nilai, kapasitas, dan kemampuan, kemandekan tersebut menjadikan seseorang hanya berada di tempat.
Rasa aman dan nyaman dalam comfort zone menciptakan keengganan serta ketakutan untuk maju, meningkatkan kemampuan.

Singkat kata, perihal zona nyaman, saat ini menjadi momok besar bagi saya.
Keinginan besar untuk semakin mengasah diri lebih dibandingkan kemampuan saat ini, terbentur dengan rasa aman dan nyaman serta mental keberanian yang acap kali melempem.

Sesadar-sadarnya saya, berada dalam zona nyaman ini jelas menghambat diri saya sendiri, untuk lebih maju, berkembang, dan tahu banyak. Saat ini yang saya butuhkan lebih banyak keberanian untuk bergeser, namun untuk kedepannya, lebih banyak konsistensi sampai hari yang direncanakan tiba.

:)


Wednesday, 18 July 2012

Mantan Terindah


Mengapa engkau waktu itu
Putuskan cintaku
Dan saat ini engkau selalu ingin bertemu
Dan memulai jalin cinta
*courtesy of LirikLaguIndonesia.Net
Mau dikatakan apa lagi
Kita tak akan pernah satu
Engkau di sana, aku di sini
Mesti hatiku memilihmu

Andai aku bisa
Ingin aku memelukmu lagi
Di hati ini hanya engkau mantan terindah
Yang selalu ku rindukan

Mau dikatakan apa lagi
Kita tak akan pernah satu
Engkau di sana, aku di sini
Mesti hatiku memilihmu

Engkau meminta padaku
Untuk mengatakan bila ku berubah
Jangan pernah kau ragukan
Engkau kan selalu di langkahku

Mau dikatakan apa lagi
Kita tak akan pernah satu
Engkau di sana, aku di sini
Mesti hatiku memilihmu

Engkau di sini, aku di sini
Mesti hatiku memilihmu
Yang tlah kau buat
Sungguhlah indah
Buat diriku susah lupa

Bukti konkrit, kepandaian Kahitna menyihir lagu dengan lirik dramatis ironis menjadi simfoni indah sekaligus menyayat hati.