“Babe, lo tau ga Davina bulan depan start kuliah di Groningen. Gila, satu tahun ga kerja tiba-tiba katanya dia udah kuliah aja dong di Groningen! Lo kapan nyusul babe?” Spontan cangkir kopi yang seharusnya sudah menyentuh bibir langsung saya letakkan di samping mouse laptop. YM dari Fani, sahabat saya sejak kuliah, langsung merusak total momen nyaman saat saya idle mengedit rubrik Fashion Spread edisi bulan depan. Bagaimana tidak merusak? Pikiran saya langsung berpikir jauh ke depan tentang impian saya, melanjutkan S2 di Negeri Menara Eiffel, membaca buku di taman terbuka yang nyaman, menikmati macaroon dan hot tea di kafe kecil, dan berkomunikasi dengan bahasanya yang menurut saya sangat seksi. Beruntungnya, Davina dengan IPK pas-pasan dengan kemampuan orang tua mendahului saya ke negara tetangganya. Hati saya sontak berdebar ga karuan.
Sesaat saat saya memalingkan kepala saya ke kanan, cubicle seberang sudah kosong dari minggu lalu. Mbak Joyce, partner akrab menggila dalam bekerja dan belanja, sudah pindah ke perusahaan lain. Berkat kecintaannya dengan bidang marketing dan keberaniannya untuk meninggalkan kenyamanan kerja di kantor ini, dia pindah ke perusahaan sebelah dan naik posisi sebagai Marketing Manager. Saat dia bercerita dengan hebohnya minggu lalu tentang rencana resign karena kenaikan jabatannya itu, saya jelas iri. Well, she deserves it, but I also deserve something like that too!
Lalu saya menghela nafas. This is it. This is what lots of girls out there feel when there are other girls have better life than her. ENVY.
Seperti banyak perempuan lainnya, saya juga sering membandingkan diri saya dengan orang lain, terutama orang yang lebih ini dan lebih itu dibandingkan saya. Ujung-ujungnya yah tidak jauh dari pemikiran iri. Kenapa saya tidak bisa seperti mereka, seharusnya saya bisa seperti mereka, dan paling baiknya kalau ada pemikiran, apa yang harus saya lakukan saat ini supaya saya bisa seperti mereka. Pertanyaannya adalah, bila rasa iri itu tidak memacu diri saya untuk bertindak lebih keras untuk mencapai apa yang bisa orang lakukan, bagaimana kalau yang terjadi malah sebaliknya?
Saya teringat teman-teman kuliah yang “biasa saja” selalu iri dengan salah satu teman kuliah saya yang sangat cantik. Kemudahan mendapatkan pacar yang ganteng dan kaya, tanpa usaha berat membuat teman-teman yang lain iri, bahkan sampai meremehkan kepribadiannya. Mungkin mereka tidak sadar, rasa iri berlebihan tersebut telah membuat mereka membenci kelebihan orang lain.
Oh iya, saya juga ingat saudara sepupu saya yang mindernya bukan main. Semua dimulai dari kebiasaan orang tuanya yang sering membanding-bandingkan prestasinya yang biasa dengan adiknya yang juara II Olimpiade Sains Internasional. Hasilnya? Efek terlalu iri dengan saudara itu, dia jadi pemalu untuk berbicara dengan orang lain, karena merasa tidak memiliki potensi diri. Miris.
Saya kemudian sadar, apa memang saya pantas iri dengan kelebihan orang lain? Apa kelebihannya itu harus saya miliki juga sama persis? Apakah track keberhasilannya memang sesuai dengan track yang saya inginkan? Atau malahan saya memaksakan diri untuk berpindah track hanya karena untuk menunjukkan eksistensi saya di track dia? Haaaaah….
Petuah mengatakan, inti dari hidup adalah bagaimana kita dapat menikmati, menghargai, bahkan mensyukuri apa yang dimiliki saat ini. The present is the outcome of the decision I made in past. The future is the outcome of the decision I make in present. Jangan sampai rasa iri membuat saya tidak mensyukuri apa yang saya miliki saat ini dan mengacaukan track masa depan saya.
Tuhan telah menciptakan rejeki setiap orang berbeda2, and we don’t know what, how, where, and when rejeki kita diberikan oleh Tuhan. Everybody has their own track. There’s no use of envy. It only disrupts your track. And none want to lose in their own track.
Apa gunanya saya iri dengan Davina yang lanjut s2 di Groningen, padahal jelas jurusannya beda dengan saya. Apalagi iri dengan kenaikan jabatan Mbak Joyce padahal jelas divisinya berbeda. Buang jauh-jauh rasa iri, fokus dengan tujuan sendiri, kerja keras dan iklas, serta bersyukur dengan apa yang Tuhan beri.
Getaran smartphone saya tiba-tiba membangunkan saya dari pemikiran mengawang-awang tersebut. Email masuk dari Sekretaris Redaksi “SECRET BIG NEWS! Salah satu hasil rapat internal barusan memastikan kamu ngedampingin Tante Vyna ngeliput Milan Fashion Week minggu depan. I ENVY YOU !” Saya hanya bisa tersenyum dan berkata dalam hati. “Jelas rejeki orang beda2. I am thankful for what I have now and I will have later”.
~ Artikel Free Speech yang awalnya saya kirimkan ke CLEO Indonesia, namun ditolak. Hiks :"(