pic from here
Dalam perjalanan menuju ke kantor, driver saya menceritakan sesuatu yang cukup menyentuh.
These days, people tend to keep knowledge by themselves in order to be the best advance one. Membagi ilmu seolah-olah akan mengurangi kevalidan kemampuan seseorang dengan secara tidak langsung membuat orang lain bisa menjadi lebih pintar dibandingkan dirinya sendiri. Ketakutan itu menyebabkan orang pada umumnya hanya memberikan ilmu tidak secara penuh 100%, hanya 50% bahkan paling mentok 80%. Itu baru turun ke orang kedua. Coba bayangkan bila ilmu tersebut sudah turun sampai ke orang ke-sepuluh. Seberapa dangkal ilmu si penerima informasi dibandingkan ilmu secara penuh dari sang ekspert yang pertama.
Saya sadari, memang pernyataan tersebut benar adanya. Saya mempunyai beberapa teman yang pintar dan kalau boleh menggunakan istilah “pelit ilmu”, mereka tidak mau membagi ilmunya ke orang lain, bahkan kepada saya yang sudah bertanya berkali-kali. Seperti keeping those only for me. That makes me different and better than another. Terkadang pula bahkan, saya melakukan hal tersebut. Saat ada teman yang bertanya, dengan excuse gak mood, agak males sama orangnya, dll. saya terkadang hanya menjawab sengenanya saja bahkan terkadang pura-pura ga tahu (bad me).
Ada kemungkinan ini dikarenakan budaya oportunis yang semakin menjamur di era saat ini. Dengan mengkeep pengetahuan tersebut di dirinya sendiri, seseorang berasa paling jagoan karena yang pertama tahu dan (terkesan) paling tahu.
Saya pernah membaca suatu kali bahwa saat orang mengajarkan ilmu orang lain, maka ilmu yang diajarkan tersebut akan dua kali lebih diingat oleh pengajar (mungkin efek cara pengajaran visual dan audio sekaligus). Selain itu, ilmu itu seperti cangkir, perlu dialirkan bila sudah penuh, agar cangkir tersebut bisa diisi lagi. Bila saja, orang-orang di luar sana (begitu pula saya) tahu dan sadar akan efek sharing ilmu tersebut, sudah pasti semua orang akan mendapat informasi yang utuh dan informasi yang baru J
No comments:
Post a Comment